+ -

13 Januari 2018

Pulang





Sudah lebih dari 66 jam hujan belum juga berhenti, meskipun hanya rintik. Langit masih stabil, alam sedang berbicara dengan bahasanya. Mengungkapkan tanpa bisa di terjemahkan dengan mentah oleh manusia penikmat dunia. 

Sejauh ini, tidak menunjukkan suatu tanda bakal terjadi bencana banjir atau bencana - bencana alam yang lainnya untuk melengkapi suasana gelap. Hanya manusia berhati sempit berani berkata, “pohon harus ditebang”, “banjir besar akan menyusul”, “angin besar akan datang”. Sedangkan alam masih saja stabil. Siang tetap siang, malam tetap malam, senja tetap senja. Hanya saja dengan nuansa yang berbeda, dengan warna yang berbeda. Alam masih ingin bercengkrama dengan topik “prihatin” untuk manusia yang ingat dan bersyukur.

“Gus, apa enggak pulang kamu?”, sejak hari pertama hujan Bagus masih bertahan di gubuk tengah sawah. Tidak ada yang tau maksud Bagus tidak pulang. Jika petani mengira “Bagus tunggu sawah”, jika yang lainnya, “bagus lagi edan”, “Bagus sedang menyendiri”, “Dia tidak punya rumah”, “Dia sedang Ada masalah”, atau yang paling parah, “Dia sedang mencari wangsit untuk pesugihan”. 

Kata depan “Dia”, dan menyebut nama “Bagus”. Akan nembentuk prespektif orang dalam melihat dan menanggapi suatu hal. Ada yang benar - benar tahu, sok tahu, atau sekedar tahu. Semua tergantung dari sisi pendekekatan dan kedekatan terhadap Bagus dan apa yang sedang dilakukannya. 

“Belum, Aku sedang ingin disini, digubuk ini”. Sambil tersenyum, dan memakan singkong yang telah ia bakar didekat gubuk. 

“Apa tidak ada yang mencarimu?, hujan dari kemarin, apa tidak ada yang khawatir?”. 

“Aku sudah pamit, intinya aku pamit dan kalaupun ada yang khawatir pasti akan kemari, setidaknya seperti (panjenengan) yang mau sekedar bertanya kepadaku”.

“Yasudah, mau titip pesan untuk orang rumah Gus? Nanti aku lewat rumahmu”.

“Tidak, tapi kalaupun ada seseorang sedang di teras, atau di balik jendela yang terbuka, Berikan Salam kepadanya, kalaupun tidak sempat, lemparkan senyuman yang cukup hangat atas ekpressi dingin mereka.”

“Baik Gus”.

Langit seakan memberi pesan dan kesan pada Bagus bahwa dingin tidak harus beku. Beku tidak lantas harus segera dipanaskan untuk mencair. Keadaan selalu memberi pelajaran, pikiran akan dengan sendiri mengarahkan pada titik tuju yang jelas, meski dengan jalan yang samar dan berkabut. 

Seseorang kembali lewat dan bertanya, “Gus napa ndak balik?, siapa tau rumahmu sudah membaik, siapa tau ada seorang yang megharapkanmu?, siapa tau kamu adalah orang dibalik harapan itu”.

“Bagaimana jika jalan pulang sendiri lebih asik daripada pulang itu sendiri?. Jalan pulangku pendek. Dan bagaimana jika pulang tidak lagi seperti rumah, rumah bukan lagi rumah?”. Bagus beranjak dan menjawab dengan nada sedikit hangat, entah karena dampak emosi atau rindu yang sudah ditahannya. 

“Jika rumah mu bukanlah lagi rumah, untuk apa kamu pulang?”.

Bagus duduk kembali. Subuh menggema. Hujan sudah beberapa menit lalu terang. Tak ada bencana tak ada badai. Matahari terbit kembali. 


Jogja 2018



5 Sebuah Catatan: Pulang Sudah lebih dari 66 jam hujan belum juga berhenti, meskipun hanya rintik. Langit masih stabil, alam sedang berbicara dengan bahasa...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

< >