+ -

7 Januari 2019

Alas Alasan





Manusia berjuang untuk memiliki dan membangun sesuatu, didasari oleh banyak faktor misalnya dorongan, motivasi, keinginan, tujuan, dan yang pasti selalu memiliki alasan.

Bisa jadi dunia ini dirancang memang hanya untuk sedikit perhiasan. Begitu pula alasan manusia membangun; hanya ingin berhias sedikit. Akan tetapi, hubungan antarmanusia menjadikan sesuatu yang sedikit itu bertumpuk dan banyak. Mau berhias sedikit, banyak, sendirian, bersama-sama, atau tidak berhias sama sekali, manusia selalu punya alasan.

Meski apa yang dibangun belum tentu berhasil, entah karena terlambat atau kehabisan waktu, manusia hanya punya konsep dan alasan. Mereka tak bisa menjalankan rencana 'esok hari' secara independen. Tidak tertutup kemungkinan alasan bisa gagal meski penuh persiapan, atau malah terwujud dari sekadar pengharapan.

...

Terdengar suara siulan riang memecah keheningan.

"Kambing baru ooo kambing baru, mandi ayoo mandi..."

"Jo, jadi untuk apa memfungsikan alasan membangun dunia, jika sesuatu hal yang bersifat esok hari masih berwujud kegelapan?"

Bejo, yang sedang asyik menggosok-gosok kambing sambil bersiul, mendengus kesal. "Kamu ngigo atau bagaimana, Nun! Mbok ya kalau mau ngarit rumput, ngarit dulu, atau pangkas saja dulu pikiran-pikiranmu yang enggak terukur bobotnya itu!"

"Jo, kata Mbah Kyai kemarin: 'Kejarlah akhirat maka dunia akan mengikutinya.' Tapi kenapa akhirat—yang tidak diketahui banyak orang dan masih terlihat samar, bahkan gelap—sering disalah artikan? Sehingga banyak manusia yang mencoba bersiap-siap dengan membangun dunia menurut dirinya sendiri, katanya untuk bekal, sambil berhias hingga lupa ukuran sedikit atau banyaknya."

"Woohh, kamu masih kepikiran soal kejar-kejaran itu? Ya sudah, kalau mau mengejar ya dikejar. Kalau capek, ya berhenti. Kalau enggak terkejar, ya kejar yang lain."

"Jo, kenapa semua hal di dunia selalu dihubungkan dengan angka-angka dan alasan, ya? Apa semua harus sesuai data dan fakta? Hingga semua dikalkulasikan dengan angka, yang kemudian dianggap bahwa semakin banyak angka, semakin tinggi nilai dalam kehidupannya. Padahal, angka sangat berbeda dengan nilai."

"Jelaskan padaku, Nun!"

"Begini, Jo. Angka-angka akan ditinggalkan manusia di dunia. Sedangkan nilai akan terus melekat pada manusia sampai entah kapan. Meskipun angka-angka itu juga berpengaruh terhadap nilai, tetapi nilai tidak selalu bergantung pada angka yang dibuat sendiri oleh manusia, sekalipun itu ada alasannya."

"Minta rokokmu dulu..." Asapnya mengepul. "Jadi, mungkin jika dihubungkan dengan angka, itu bisa juga ada hubungannya dengan rezeki. Rezeki memang akan agak kurang etis apabila dilihat dari jumlah angka yang didapat. Ketika mendapat rezeki angka 3, akan timbul perasaan bahwa setelah 3 masih ada 4, dan seterusnya, hingga angka-angka itu tidak akan pernah habis sampai terbentur sesuatu yang sifatnya akhir, yaitu kematian."

Bejo menghela napas. "Ya, mbok jangan hanya mengingat apa yang dibutuhkan dalam hidup, sampai lupa untuk apa kita hidup, tujuan kita hidup. Apa pun alasan manusia, itu tidak akan ada nilai ukurnya jika sudah terbentur dengan sesuatu hal yang tidak ada ukurannya."

Kalimat yang keluar dari mulut Bejo dibarengi dengan asap yang berhembus. Terdengar suara gemericik air, gesekan padi yang seperti simfoni, serta langkah kaki yang semakin lama semakin menjauh.

"Jo, ini saatnya kamu bangkit! Dan mengejarnya!"

"Kok aku, Nun?"

"Lha itu, kambing barumu lari..." Nun menunjuk.

"Wedhus prucul..." Bejo benar-benar lari.

Jakarta, 2019
5 Sebuah Catatan: Alas Alasan Manusia berjuang untuk memiliki dan membangun sesuatu, didasari oleh banyak faktor misalnya dorongan, motivasi, keinginan, tujuan, dan y...

1 komentar:

  1. serpan jawanya mungkin bisa digunakan untuk kata-kata khusus. Agar tidak terlalu terkesan berlogat jawa.

    BalasHapus

< >