+ -

6 Desember 2018

Sudah Aku Sepi




Ada cerita diujung negara bagian entah tak tau, 'sedikit disamarkan'. Kesepian adalah awal mula dari pergolakan yang terjadi di negara itu. Kesepian diderita oleh negara atau orang-orang didalamnya?. Jawabannya bisa dipilih seseuka hati. Nyatanya aku juga merasa sepi, hampir mati dan gila, kemudian mencoba bercerita pada negara. Ketika sedang bercerita pembicaraanku di potong, malah negara yang jadi curhat kalau merasakan hal yang sama persis. Jadi tidak ada yang salah disini. Semua soal waktu, 'katanya?'. Waktunya buka lahan untuk kelapa sawit, waktunya membela untuk ekosistem alam yang dianggap rusak, waktunya suhu mulai panas dan pass untuk menumpahkan segala amarah. Meski tak berbentuk apapun dan tak berbuah apapaun. 'Katanya', semua soal waktu katanya. Kecuali, soal perasaan cintaku padamu yang ternyata berbalas sepi dan lahir kegilaan yang hampir dibawa mati.

Ditengah hiruk pikuk dan banyaknya manusia yang silih berganti, aku sudah lebih dulu mati. Menjalani kesibukan yang mengalir begitu saja tanpa raga. Ragaku sudah lebih dulu dibunuh entah oleh siapa. Ditinggalkan begitu saja diantara keramaian dan orang - orang baru yang berjalan menggunakan ubun- ubun kepala. Tak sedikitpun tau siapa yang tersungkur dan membusuk dibawah kakinya. Menengadah ke segala arah, melihat yang sungguh itu tak benar - benar sedang melihat. Mereka hanya percaya dengan apa yang telah terbukti dan apa yang mereka lihat.

Ragaku masih belum terbuang. Tersungkur ke kanan, ke kiri dan ke segala arah. Dengan keramaian yang berada diantara kematinku, tak sedikitpun ada kesempatan menepi dan terbuang. Bisa jadi belum, atau nanti akan lebih sadis dan keji. Dengan kematianku ini, aku semakin percaya bahwa diantara kramaian orang- orang baru ini, kematian bukan berarti apa -apa. Kematian bukan lagi duka yang pantas dapat rasa iba. Ruang empati, simpati dan blas kasihan sudah tumbuh terbalik.

Tidak ada orang mati, tidak ada yang perlu di blas kasihani. Sekali kematian itu tampak “dia hanya sedang gila”.

Mana ada kesempatan untuk meminta pertolongan, mana ada saat-saat kematian ada yang mau coba menghidupkan, "ada''. Ada kalau masih dibutuhkan? kalau tidak?. "ada". Ada-ada saja!. 

Lebihnya, kedudukan micro cosmos yang melekat membuatku percaya diri bahwa aku memeng tidak sedang bermasalah dengan diriku sendiri. "Soal cinta tadi?". "Cinta yang sepi maksudmu"?. Kalau memang berujung sepi, semua juga merasa sepi. Bedanya aku menyadari dan jujur bahwa aku mati oleh sepi. "Lalu, bagaimana denganmu"?. bukankah kedudukan itu menentukan?.

kedudukan cinta tak terukur dan tak dapat disandingkan dengan sepi, sebenarnya. Hanya saja apa semua ini perlu berulang kali mati agar hidup kembali, agar tau kapan harus gila dan kapan harus tergila - gila. Tapi, yang lebih gila adalah cerita tanpa adanya alasan dan akhir yang memuaskan. "Ada lagi". Cerita gila tanpa benang merah yang jelas, siapa yang gila dan siapa yang cinta, semua jadi mendadak sepi.

Kedudukan yang berupa bentuk lain, atau kedudukan berupa tempat, "aku menikamati damainya". Nyatanya aku katakan juga tidak akan ada yang mengerti. Taunya, 'harta, tahta, wanita'. Seharusnya kan saya yang memberimu, bukan kamu yang menawarkan 'mau atau tidak'. 

Kedudukan sepi mencekam dan hampr jadi sunyi. Tapi, masih saja sepi. 


Jakarta 2018




5 Sebuah Catatan: Sudah Aku Sepi Ada cerita diujung negara bagian entah tak tau, 'sedikit disamarkan'. Kesepian adalah awal mula dari pergolakan yang terjad...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

< >